Table of Contents
Pasar ritel di Indonesia telah mengalami perubahan drastis selama dan setelah pandemi Covid-19. Salah satu segmen yang terkena dampak adalah hypermarket, yang menyaksikan penurunan peminat begitu signifikan.
Akhir-akhir ini, Transmart menjadi buah bibir netizen di jagat Twitter setelah mendengar salah satu gerainya di Blok M Square, Jakarta Selatan tutup.
Selain alasan pengetatan operasional-manajemen internal dan dampak dari covid-19, tutupnya hypermarket ini dipengaruhi oleh perilaku berbelanja konsumen yang kini lebih memilih di minimarket atau secara daring.
Merunut hasil olah data dari United States Department of Agriculture dalam katadata, terdapat 10 toko ritel terlaris di Indonesia sepanjang tahun 2022 lalu. Adapun hasilnya yaitu, Alfamart menduduki peringkat pertama dengan pendapatan US$7,62 miliar, disusul urutan kedua Indomaret dengan 7,6 miliar, Alfamidi 1,1 miliar, Hypermart 445 juta, Super Indo 383 juta, Transmart 318 juta, Carrefour 263 juta, Lotte Mart 256 juta, Circle K 181 juta, dan Farmer's Market 109 juta.
Hasil laporan tersebut kini menjadi momok bagi kelangsungan bisnis kelompok hypermarket seperti Transmart, Lotte Mart, Hypermart, Lulu, dan sejenisnya. Berbeda halnya dengan Alfamart atau Indomaret yang menjadi garda depan toko ritel yang masih terus diminati masyarakat.
Sedang ramai di lini masa: Cara Menghitung Laba Bisnis Kotor, Operasional, & Bersih
Faktor Penyebab Hypermarket Sepi Peminat
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan penurunan ini, di antaranya:
A. Perubahan Pola Belanja Konsumen
Selama masa pandemi, banyak konsumen beralih dari kunjungan ke toko-toko hypermarket dan beralih ke belanja daring atau jangkauan toko kelontong/cabang gerai Alfamart dan Indomaret. Banyak orang berpikir kini lebih enak dan nyaman berbelanja di toko ritel atau kelontong yang dekat dengan lokasinya.
B. Peningkatan Popularitas Minimarket & Kelontong
Selain belanja secara daring, minimarket semacam Alfamart & Indomaret dan toko kelontong juga menjadi favorit di kalangan konsumen selama ini. Ukuran yang lebih kecil dan lokasi yang lebih dekat dengan rumah-rumah masyarakat membuat kedua jenis toko ini menjadi pilihan nyaman untuk berbelanja. Artinya, persebaran meluas dan menjangkau aksesibilitas ini penting.
C. Penurunan Daya Beli Konsumen
Dampak ekonomi pandemi covid-19 menyebabkan banyak orang menghadapi penurunan pendapatan dan ketidakpastian finansial. Akibatnya, konsumen cenderung mempertimbangkan kembali belanja mereka dan beralih ke opsi yang lebih hemat biaya daripada mengunjungi hypermarket yang sering kali menawarkan produk dengan harga yang lebih tinggi.
Bacaan terkini: Ingin Membuat Analisis SWOT? Begini Cara Mudah dan Sederhananya
Kesimpulan
Hypermarket di Indonesia mengalami penurunan peminat karean perubahan pola belanja konsumen, pertumbuhan popularitas belanja daring/minimarket, dan penurunan daya beli akibat dampak ekonomi pandemi covid-19.
Namun, ada banyak peluang bagi hypermarket untuk beradaptasi dengan tren pasar baru pasca pandemi, seperti meningkatkan kehadiran mereka dalam e-commerce, program diskon, dan berfokus pada aksesibilitas lokasi cabang dengan konsumen.
Bacaan berikutnya: Omzet Menurun? Ini 5 Cara Efektif Meningkatkan Konversi Penjualan
SAB Digital Marketing Agency bisa membantu bisnis Anda untuk lebih berkembang di era transformasi digital saat ini. Apa pun yang Anda butuhkan mulai dari desain web dan optimalisasinya, leads generation, SEO/SEM, hingga email marketing kami sediakan.
Kredibilitas dan cara kerja terbaik selalu kami dedikasikan untuk Anda. Kami pun selalu berorientasi pada proses, data, hingga hasil yang akurat untuk menghasilkan sesuatu yang progresif untuk persona bisnis Anda. Pelajari lebih lanjut dengan cara klik di sini.